7 Staf Khusus Presiden Jokowi dari Kalangan Milenial


Source: Kompas – 21/11/2019, 17:31 WIB

Presiden Joko Widodo (keempat kiri) bersama staf khusus yang baru dari kalangan milenial (kiri ke kanan) CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra, Perumus Gerakan Sabang Merauke Ayu Kartika Dewi, Pendiri Ruang Guru Adamas Belva Syah Devara, Peraih beasiswa kuliah di Oxford Billy Gracia Yosaphat Mambrasar, CEO dan Founder Creativepreneur Putri Indahsari Tanjung, Pendiri Thisable Enterprise Angkie Yudistia dan Mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia/PMII Aminuddin Maruf ketika diperkenalkan di halaman tengah Istana Merdeka Jakarta, Kamis (21/11/2019). Ketujuh stafsus milenial tersebut mendapat tugas untuk memberi gagasan serta mengembangkan inovasi-inovasi di berbagai bidang. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A./nz(ANTARA FOTO/WAHYU PUTRO A)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperkenalkan tujuh orang dari kalangan milenial sebagai staf khususnya di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (21/11/2019). Perkenalan tujuh staf khusus yang merupakan bagian dari 13 staf khusus Presiden tersebut nantinya akan bertugas untuk membantu kerja-kerja Kepala Negara.

Foto kolase Staf khusus Presiden Joko Widodo yang baru dari kalangan milenial (kiri ke kanan) Pendiri Ruang Guru Adamas Belva Syah Devara, CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra, Pendiri Thisable Enterprise Angkie Yudistia, Peraih beasiswa kuliah di Oxford Billy Gracia Yosaphat Mambrasar, Perumus Gerakan Sabang Merauke Ayu Kartika Dewi, CEO dan Founder Creativepreneur Putri Indahsari Tanjung dan Mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia/PMII Aminuddin Maruf saat diperkenalkan di halaman tengah Istana Merdeka Jakarta, Kamis (21/11/2019). Ketujuh stafsus milenial tersebut mendapat tugas untuk memberi gagasan serta mengembangkan inovasi-inovasi di berbagai bidang. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/nz(ANTARA FOTO/WAHYU PUTRO A)

Dalam sesi perkenalan tersebut, Jokowi berharap keberadaan para milenial di jajaran staf khusus Presiden tersebut dapat memberi masukan segar demi kemajuan bangsa dan negara. Menurut Jokowi, ketujuh generasi milenial tersebut selain memiliki prestasi di bidangnya masing-masing, juga mempunyai latar belakang pendidikan lulusan universitas ternama, baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Berikut ini latar belakang pendidikan ketujuh orang staf khusus Presiden yang baru:

  1. Putri Indahsari Tanjung – (CEO dan Founder Creativepreneur)
  2. Adamas Belva Syah Devara – (Pendiri Ruang Guru)
  3. Ayu Kartika Dewi – (Perumus Gerakan Sabang Merauke)
  4. Angkie Yudistia – (Pendiri Thisable Enterprise, kader PKPI, difabel tunarungu)
  5. Gracia Billy Yosaphat Membrasar – (Pemuda asal Papua, peraih beasiswa kuliah di Oxford)
  6. Aminuddin Ma’ruf – (Mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia/PMII)
  7. Andi Taufan Garuda (Pendiri Lembaga Keuangan Amartha)

1 | Putri Indahsari Tanjung

Putri Indahsari Tanjung merupakan anak pengusaha Chairul Tanjung. Putri merupakan sosok staf khusus Presiden dari kalangan milenial yang paling muda. Founder dan CEO Creativepreneur dari Chief Business of Creative ini usianya masih 23 tahun. Menilik dari akun Linkedln-nya, Putri pernah menempuh pendidikan di Anglo Chinese School Jakarta pada tahun 2006-2011.

Ia juga melanjutkan pendidikan di Australian International School Singapore tahun 2012-2014 dan Academy of Art University jurusan multimedia tahun 2015-2019. 2. Adamas Belva Syah Devara Belva merupakan Chief Executive Officer (CEO) sekaligus Co-Founder perusahaan rintisan dan aplikasi Ruangguru.

Putri Tanjung, Anak Chairul Tanjung yang Ditunjuk Jadi Staf Khusus Presiden

Anak pengusaha Chairul Tanjung, Putri Tanjung, ditunjuk Presiden Joko Widodo sebagai Staf Khusus Presiden. Pengumuman penunjukan Putri disampaikan oleh Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (21/11/2019). “Putri Indahsari Tanjung, masih sangat muda, umur 23 tahun,” ujar Jokowi saat memperkenalkan Putri. “Jebolan Academy of Art San Francisco, founder dan CEO Creativepreneur, Chief business of Creative,” ucap Jokowi.

Putri Tanjung memiliki nama lengkap Putri Indahsari Tanjung. Ia merupakan anak pertama Chairul Tanjung dari dua bersaudara. Dara kelahiran Jakarta, 22 September 1996, ini menjalani kuliah di Academy of Arts, San Francisco, Amerika Serikat. Kini Putri memiliki event organizer (EO) bernama Creativepreneur Event Creator. Melalui EO yang ia miliki, Putri kerap membuat acara yang bertemakan anak muda dan kewirausahaan dengan konsep khas milenial.

Selain mengurus EO miliknya, Putri juga aktif menjadi pembicara di sejumlah acara yang bertemakan anak muda dan kewirausahaan. Putri juga aktif terlibat dalam berbagai kampanye sosial yang bertujuan memberdayakan anak muda Indonesia untuk bergerak di bidang wirausaha.


2 | Adamas Belva Syah Devara

Belva merupakan salah satu dari 30 pengusaha muda berusia 30 tahun yang paling berpengaruh di Asia versi majalah Forbes. Sosok Belva pada 2007 pernah mendapatkan beasiswa penuh dari Pemerintah Singapura untuk mengenyam pendidikan di Nanyang Technological University.

Ia menempuh pendidikan di Nanyang dan mendapatkan gelar ganda di bidang bisnis dan ilmu komputer. Selama di Nanyang, ia pernah masuk ke dalam Double Deans List sebagai salah satu dari 5 persen mahasiswa berprestasi tinggi selama tiga tahun. Selain itu, ia pernah menyabet tiga medali emas, yakni:

  • Lee Kuan Yew Gold Medal yang merupakan penghargaan paling bergengsi di level universitas karena selalu mendapat peringkat pertama di bidang akademik selama mengenyam pendidikan.
  • Infocomm Development Authority of Singapore Gold Medal, yakni penghargaan bagi mahasiswa dengan IPK tertinggi di bidang ilmu komputer.
  • Accenture Gold Medal yang merupakan penghargaan tertinggi bagi peraih IPK tertinggi di bidang bisnis.

Pada 2013, Belva melanjutkan pendidikan master dengan mengambil gelar double degree di Stanford University. Di sana ia mengambil gelar master administrasi bisnis. Sedangkan di Harvard University ia mendapat gelar master administrasi publik. Belva juga pernah tercatat sebagai mahasiswa tamu di Massachusetts Institute of Technology (MIT), Harvard Law School, Harvard Graduate School of Education, dan Harvard Medical School.

Belva Syah Devara, CEO Ruangguru yang Ditunjuk Jadi Stafsus Presiden

Presiden Joko Widodo menunjuk Adamas Belva Syah Devara sebagai satu dari 12 staf khusus presiden. Belva merupakan Chief Executive Officer sekaligus Co-Founder perusahaan rintisan dan aplikasi Ruangguru. Melansir laman jejaring professional, LinkedIn, Belva menjadi salah satu dari 30 pengusaha muda berusia di bawah 30 tahun paling berpengaruh di Asia versi majalah Forbes.

Kepiawaiannya dalam membangun bisnis dilatarbelakangi perjalanan akademisnya yang moncer. Pada 2007, ia mendapatkan beasiswa penuh dari Pemerintah Singapura untuk mengenyam pendidikan di Nanyang Technological University. Di NTU, ia berkesempatan untuk mendapatkan gelar ganda, yaitu di bidang bisnis dan ilmu komputer. Berbagai prestasi pun diraihnya.

Ia masuk ke dalam Double Dean’s List sebagai salah satu dari 5 persen mahasiswa berprestasi tinggi, selama tiga tahun. Tak hanya itu, ia juga pernah menyabet tiga medali emas, yaitu Lee Kuan Yew Gold Medal, penghargaan paling bergengsi pada level universitas yang diperoleh karena selalu menduduki peringkat pertama di bidang akademik selama mengenyam pendidikan.

Kemudian, Infocomm Development Authority of Singapore Gold Medal, yakni penghargaan bagi mahasiswa yang memperoleh indeks prestasi kumulatif tertinggi di bidang ilmu computer dan Accenture Gold Medal, yakni penghargaan tertinggi bagi peraih IPK tertinggi di bidang bisnis. Pada 2013, ia melanjutkan pendidikan masternya dengan mengambil gelar double degree di Stanford University dan Harvard University. Di Stanford, ia mengambil gelar master administrasi bisnis, sedangkan di Harvard mengambil gelar master administrasi publik.

Karena kepandaiannya, ia juga tercatat sebagai mahasiswa tamu di Massachusetts Institute of Technology (MIT), Harvard Law School, Harvard Graduate School of Education, dan Harvard Medical School.

Pengalaman di ring satu kekuasaan negeri ini pun sebenarnya juga bukanlah hal yang baru untuknya. Pada 2011, ia pernah magang di Istana Kepresidenan, tepatnya pada Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), unit kerja yang dibubarkan Presiden Joko Widodo dan bermetamorfosis menjadi Kantor Staf Kepresidenan (KSP).

Saat itu, ia menyusun draf konsep aplikasi Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR).


3 | Ayu Kartika Dewi

Ayu merupakan staf presiden yang selama ini aktif mengampanyekan nilai toleransi dan keberagaman. Tahun 2010, Ayu pernah mengabdi di lembaga Indonesia Mengajar dan mendapat tugas mengabdi di Desa Papaloang, Halmahera Selatan, Maluku Utara.

Di sanalah ia kemudian tergerak untuk meningkatkan perhatiannya pada isu toleransi dan keberagaman. Ayu pernah mengikuti pertukaran pelajar di Singapore Management University pada 2004. Ia juga menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga tahun 2000-2005 dan lulus dengan status cum laude. Kemudian, ia melanjutkan pendidikan di Duke University dan mendapatkan gelar Master of Business Administration (MBA).

Ayu Kartika Dewi, Pejuang Toleransi dan Keberagaman yang Jadi Stafsus Presiden

Perjalanan panjang Ayu Kartika Dewi dalam mengampanyekan nilai toleransi dan keberagaman mengantarkannya menduduki posisi staf khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jebolan Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga ini memiliki semangat dan komitmen tinggi dalam menggelorakan nilai toleransi dan keberagaman di penjuru Nusantara.

Komitmen tersebut mulai terbangun pada saat Ayu mengawali pengabdiannya bersama lembaga Indonesia Mengajar. Lembaga nirlaba ini fokus mencetak dan mengirimkan kawula muda sebagai pengajar SD di daerah-daerah terpencil.

Pada 2010, Ayu mendapatkan tugas untuk mengajar di salah satu SD yang berada di Desa Papaloang, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Kehadiran Ayu di Desa Papaloang ternyata membawanya bersentuhan dengan bayang-bayang permasalahan sosial yang terjadi di lingkungan setempat. Salah satu anak didiknya masih mengalami traumatik dengan kerusuhan antar-dua kelompok agama yang terjadi di Ambon pada 1999.

Padahal, saat Ayu melawat ke Maluku, keadaan sudah damai dan dua kelompok yang terlibat konflik sudah berikrar damai. Namun, ketakutan akan akan bayang-bayang masa kelam itu justru masih membuntuti anak didiknya. “Suatu ketika seorang murid datang dan bilang, ‘Bu Ayu kita harus hati-hati, kerusuhan su dekat.’

Terus saya tanya, ‘Memang kerusuhannya di mana?’ ‘Di Ambon ibu, kita harus hati-hati.’” ujar Ayu kepada Magdelene.co yang dilansir aminef_dot_or_dot_id “Padahal dengan kapal laut saja butuh waktu dua hari dari Maluku Utara untuk sampai ke Ambon,” kata perempuan berjilbab tersebut.

Adegan akan ketakutan muridnya ini justru menjadi pelecut. Ia menyadari bahwa keberagaman di Indonesia merupakan kekayaan tersendiri. Tak ayal, Ayu pun semakin perhatian tehadap isu toleransi dan keberagaman. Ia pun mencetuskan Program Seribu Anak Bangsa Merantau untuk Kembali (SabangMerauke).

Program ini merupakan upaya Ayu menggelorakan nilai keberagaman, toleransi, hingga cakrawal ilmu pengetahuan antar-pelajar di Indonesia. Para pesertanya adalah pelajar tingkat SMP. Mereka ditugaskan untuk menyatu bersama keluarga dan berinteraksi dengan teman yang berbeda.

Setelah tugas tersebut selesai dan kembali ke masing-masing daerahnya, Ayu mendelegasikan mereka sebagai duta perdamainan di daerah asalnya. Bertahun-tahun mahasiswa lulusan pascasarjana Duke University, Amerika Serikat ini mengomandoi program tersebut. Sudah ribuan pelajar ia kirimkan ke berbagai daerah guna merajut nilai keberagaman dan toleransi.

Sebaliknya, apa yang dilakukannya justru membuat Ayu seolah tak percaya. Bahwa komitmennya menyebarkan nilai keberagaman dan toleransi terhadap kelompok agama yang berbeda. Ayu mengatakan, dedikasi anak didiknya selalu berangkat dari prasangka terhadap agama maupun suku yang berbeda. Ketakutan ini dapat menegaskan bahwa fakta intoleransi di Indonesia masih ada.

Usaha Ayu menyebarkan nilai keberagaman dan toleransi tak berhenti sampai di situ. Merebaknya isu konservatisme dan semakin menggeliatnya intoleransi yang terjadi pada anak muda menggerakan Ayu melanjutkan pengelanannya.

Ia lantas mendirikan Milenial Islami yang memanfaatkan media sosial (medsos) untuk menggaunhkan Islam yang moderat. Para anggota Milenial Islami juga langsung turun ke lapangan dengan mendatangi universitas hingga kampus di penjuru negeri.

Apa yang dilakukan Ayu nampak terlihat betapa besar perhatiannya kepada dunia pendidikan di Indonesia. Menurut dia, terjadi permasalahan sosial merupakan implikasi terjadinya ketimpangan pendidikan di Indonesia. Permasalahan itulah yang digencarkan Ayu seiring masih adanya tantangan yang dihadapinya.

Dari SabangMerauke dan Milenial Islami, dapat memperlihatkan betapa gigihnya Ayu mencetak pemuda yang berpikir kritis dan saling menghargai sebagai sesama manusia. “Untuk merangkul generasi muda tidak cukup dengan membuat acara-acara yang hanya menjual embel-embel Milenial, tetapi juga harus mendengarkan aspirasi mereka secara serius,” kata Ayu.


4 | Angkie Yudistia

Angkie merupakan satu-satunya staf presiden yang menyandang disabilitas. Wanita berusia 32 tahun ini kehilangan pendengarannya sejak usia 10 tahun. Ia merupakan lulusan SMAN 2 Bogor. Selanjutnya ia meneruskan kuliahnya di London School of Publik Relations Jakarta, serta mendapatkan gelar master di bidang Ilmu Komunikasi di perguruan tinggi yang sama.

Meski demikian, ia merupakan sosok yang berprestasi. Tahun 2008, ia pernah didapuk sebagai salah satu finalis Abang None Jakarta. Masih pada tahun yang sama, ia didapuk sebagai “The Most Fearless Female Cosmopolitan 2007”. Bersama teman-temannya, ia mendirikan Thisable Enterprise untuk membantu memberdayakan mereka yang memiliki keterbatasan. Ia bekerja sama dengan Gojek mempekerjakan orang disabilitas di Go-Auto dan Go-Glam.

Angkie Yudistia, Penyandang Tunarungu Berprestasi yang Jadi Staf Khusus Presiden

Presiden Joko Widodo menunjuk Angkie Yudistia sebagai salah satu staf khusus presiden. Wanita berusia 32 tahun ini dikenal sebagai penyandang disabilitas berpengaruh di Indonesia.

Sejak usia 10 tahun, Angkie kehilangan pendengarannya. Dugaan sementara, hal itu tidak terlepas dari konsumsi obat-obatan antibiotik saat ia mengidap penyakit malaria. “Awalnya aku enggak tahu (ada gangguan pendengaran), sampai lingkungan sekitar bilang sudah manggil-manggil, tetapi aku enggak dengar, enggak nengok,” cerita Angkie saat ditemui Kompas.com di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, 1 Maret 2017.

Mengidap keterbatasan pendengaran saat remaja bukanlah hal yang mudah untuk Angkie. Ia kerap merasa tertekan dan kurang percaya diri. Setidaknya, butuh waktu 10 tahun bagi penulis buku Perempuan Tunarungu, Menembus Batas itu untuk bangkit.

Lulus dari SMAN 2 Bogor, Angkie kemudian melanjutkan kuliah Jurusan Ilmu Komunikasi di London School of Public Relations Jakarta. Kehidupan di kampus itulah yang kemudian sedikit demi sedikit mengubah pola pikirannya. Ia mulai sadar, bila ia tidak pernah menerima kekurangannya, sampai kapan pun ia tak akan pernah menikmati hidupnya.

“Dosenku bilang, kamu jujur sama diri kamu sendiri. Kalau kamu sudah jujur sama diri sendiri dan jujur sama orang lain, orang lain akan mengapresiasi kejujuran kita. Jadi benar, ketika aku jujur, mereka jadi sangat bantu,” ucap Angkie.

Pada 2008, ia didapuk menjadi salah satu finalis Abang None Jakarta. Masih pada tahun yang sama, ia didapuk sebagai “The Most Fearless Female Cosmopolitan 2008”.

Setelah itu, Angkie mendirikan Thisable Enterprise bersama rekan-rekannya untuk membantu memberdayakan mereka yang memiliki keterbatasan. Sulitnya memperoleh pekerjaan menjadi alasan ia mendirikan Thisable Enterprise.

Ia kemudian bekerja sama dengan Gojek Indonesia untuk mempekerjakan orang-orang dengan disabilitas di Go-Auto dan Go-Glam. Selain itu, para penyandang disabilitas didukung untuk mengembangkan ide kreatif untuk membuat suatu produk, salah satunya yang sudah ada saat ini adalah membuat produk kecantikan.

“Aku percaya, tuli itu juga SDM milik negara, aset negara, jadi kita juga memiliki hak,” kata Angkie.


5 | Gracia Billy Yosaphat Membrasar

Billy merupakan satu-satunya milenial dari tanah Papua yang didapuk sebagai salah satu staf khusus Presiden Jokowi. Billy merupakan anak dari seorang ayah yang berprofesi sebagai guru dan ibunya seorang penjual kue. Billy menempuh pendidikan SMA di Jayapura dari Pemerintah Provinsi Papua. Selanjutnya, ia mendapatkan beasiswa afirmasi dari pemerintah dan diterima di Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB.

Ia juga pernah menempuh pendidikan di University of London, dan merupakan lulusan Australian National University (ANU). Kini, ia juga tengah menempuh pendidikan di University of Oxford. Billy pernah bekerja di perusahaan minyak dan gas asal Inggris. Namun, kemudian ia lebih memilih untuk mengurus Kitong Bisa, yayasan yang fokus mengurusi pendidikan anak-anak Papua.

Billy Papua, Mahasiswa Oxford Anak Penjual Kue yang Jadi Stafsus Jokowi

Sosok milenial asal tanah Papua, Gracia Billy Yosaphat Membrasar, dipercaya menjadi salah satu staf khusus presiden. Nama pemuda yang akrab disapa Billy Papua itu disebut Presiden Joko Widodo ketika mengumumkan komposisi staf khususnya di Istana Negara, Jakarta, Kamis (21/11/2019) sore.

“Billy adalah putra tanah Papua, lulusan ANU (Australian National University) dan sekarang, sebentar lagi, selesai di Oxford. Oktober akan masuk ke Harvard untuk S3-nya,” ujar Presiden di beranda Istana Negara, Jakarta. “Billy adalah talenta hebat tanah Papua yang kita harapkan ke depan berkontribusi dengan gagasan positif,” lanjut dia.

Anak penjual kue

Billy lahir di Serui, Kepulauan Yapen, Papua. Ia lahir dari keluarga kurang mampu. Sang ayah berprofesi sebagai guru, sedangkan sang ibu membantu ekonomi keluarga dengan menjual kue. Tak jarang, Billy kecil ikut membantu sang ibu.

“Subuh ibu bikin kue, paginya ibu pergi ke pasar jualan. Kami ke sekolah sambil bawa kue untuk dijual,” kenang Billy, sebagaimana dilansir dari Antara.

Rumah Billy kecil tak dialiri listrik. Pelita pun jadi teman ketekunan Billy melahap buku-buku pelajaran. Meski begitu, keterbatasan tidak membuat Billy jatuh. Ia tetap belajar dengan tekun dan buahnya mulai terlihat ketika ia lulus SMP.

Billy mendapatkan beasiswa menempuh pendidikan SMA di Jayapura dari Pemerintah Provinsi Papua. Saat itu, hanya lulusan terbaik dari sembilan kabupaten yang mendapat beasiswa favorit di kota. Billy Papua adalah salah satunya.

Otak cemerlang, ketekunan, serta doa dan usaha orangtua membawa Billy kembali mendapat beasiswa afirmasi dari pemerintah. Ia diterima di Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB. Hobi menyanyi Billy semasa kecil dilakoninya kembali demi menutup biaya hidup. Ia benyanyi di mana saja. Di acara pernikahan, di kafe, bahkan mengamen di jalan-jalan.

Billy pernah diundang untuk magang oleh Pemerintah Amerika Serikat dan berbicara di depan State Department AS. Dalam kunjungannya ke Gedung Putih, pemuda penggemar Ir Soekarno ini bertemu dan berjabat tangan dengan Barrack Obama.

Meninggalkan gengsi

Setelah lulus kuliah, Billy mendapatkan pekerjaan bergengsi di salah satu perusahaan minyak dan gas asal Inggris. Namun, hatinya gelisah. Gajinya yang fantastis tidak membuat Billy bahagia. Setelah berpikir panjang, ia meninggalkan segala gengsi yang diraih.

Ia melepaskan jabatannya di perusahaan itu dan fokus mengurus “Kitong Bisa”, yayasan yang memfokuskan diri pada persoalan pendidikan anak-anak Papua. Kitong Bisa saat ini mengoperasikan sembilan pusat pendidikan di Papua dan Papua Barat. Jumlah relawannya sebanyak 158 yang mengajar sekitar 1.100 anak.

Hebatnya, dana yayasan ini sebagian besar bersumber dari dua anak perusahaan, yakni Kitong Bisa Consulting dan Kitong Bisa Enterprise. Billy mengakui, pembangunan sumber daya manusia di Papua tidak selesai dalam waktu dua atau tiga tahun saja. Namun, ia yakin apa yang dikerjakannya saat ini adalah salah satu persiapan loncatan peningkatan kualitas SDM Papua untuk masa depan.

Aktivitasnya di Yayasan Kitong Bisa ini pula membawa Billy menempuh pendidikan lanjutan dengan beasiswa, yakni di Australian National University (ANU) dan Oxford University di Inggris.


6 | Andi Taufan Garuda Putra

Sosok Andi Putra diperkenalkan Joko Widodo sebagai sosok pemuda berusia 32 tahun yang banyak meraih penghargaan atas inovasinya, termasuk atas kepeduliannya terhadap sektor UMKM. Andi merupakan founder sekaligus CEO Amartha Mikro Fintek, startup yang bergerak di bidang keuangan mikro.

Andi pernah menempuh pendidikan S1 di Manajemen Bisnis Administrasi Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 2004-2007. Selain itu, ia pernah mengikuti Summer Academy di Frankfurt School of Finance and Management pada 2013. Ia juga mengambil pendidikan master di bidang administrasi publik di Harvard Kennedy Scool pada 2015-2016. Andi pernah tercatat pula menjadi konsultan bisnis di IBM Indonesia pada Januari 2008-Juli 2009.

Andi Taufan, Milenial Peduli UMKM di Desa yang jadi Stafsus Jokowi

Presiden Joko Widodo menunjuk Andi Taufan Garuda Putra sebagai salah satu staf khusus barunya. Presiden memperkenalkan Andi beserta sejumlah stafsus barunya di beranda Istana Negara, Jakarta Kamis (21/11/2019) sore. “Umur 32 tahun. Banyak meraih penghargaan atas inovasinya. Termasuk atas kepeduliannya terhadap sektor UMKM,” ujar Jokowi.

Ia juga mengaku, kenal dengan Andi Taufan ketika menyentuh kebijakan mengenei fintech. Selama ini, publik mengenalnya sebagai founder sekaligus CEO Amartha Mikro Fintek. Amartha Mikro Fintek merupakan start up yang bergerak di bidang keuangan mikro.

Ia merupakan pionir teknologi finansial peer to peer (p2p) lending yang menyalurkan pendanaan modal usaha mikro kepada kaum perempuan wirausaha di pedesaan. Dikutip dari pemberitaan Kompas.com pada 17 Desember 2018, latar belakang Andi mendirikan Amartha berawal dari masih adanya kesenjangan sosial di masyarakat Indonesia.

Lembaga ini resmi didirikan pada 2010. Saat itu, Amartha mempunyai misi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, khususnya yang tinggal di pedesaan. Amartha ingin menghubungkan pelaku usaha di pedesaan yang kesulitan mendapatkan modal usaha. Perusahaanya ini tercatat telah menyalurkan pinjaman mencapai Rp 970 miliar kepada perempuan pelaku usaha mikro di wilayah pedesaan.

Jumlah ini merupakan akumulasi penyaluran sejak 2016 hingga 2019. Sementara itu, dikutip dari laman Linkedin milik Andi, tercantum informasi latar belakang pendidikannya di bidang bisnis dan manajemen keuangan. Andi merupakan alumni Manajemen Bisnis Administrasi Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 2007.

Selain itu, dia pernah menempuh pendidikan keuangan di Frankfurt School of Finance and Management pada 2013. Terakhir, Andi menempuh pendidikan di master bidang administrasi publik di Harvard Kennedy School pada 2015-2016. Andi juga sempat menjadi konsultan bisnis di IBM Indonesia pada Januari 2008-Juli 2009.


7 | Aminudin Ma’ruf

Aminudin merupakan mantan Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) periode 2014-2016. Ia juga sempat menjabat sebagai sekretaris jenderal solidaritas ulama muda Jokowi (Samawi).

Ia menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Negeri Jakarta, kemudian melanjutkan S2 di Universitas Trisakti.

Jadi Stafsus Jokowi, Siapa Aminuddin Ma’ruf?

Presiden Joko Widodo menunjuk Aminuddin Ma’ruf sebagai staf khusus presiden. Bersama jajaran stafsus lainnya, Aminuddin diperkenalkan Jokowi di teras Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (21/11/2019) sore.

Siapa Aminuddin Ma’ruf? Aminuddin adalah mantan Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Ia menjabat untuk periode 2014-2016. Aminuddin yang diusung kader PMII cabang Jakarta Timur terpilih memimpin PMII dalam Kongres di Jambi yang berlangsung 30 Mei sampai 10 Juni 2014.

Mantan Ketua PMII Aminuddin Maruf, diperkenalkan Presiden Joko Widodo sebagai staf khusus di beranda belakang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (21/11/2019). Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenalkan 7 pemuda-pemudi yang diangkat menjadi staf khusus untuk periode 2019-2024. Tujuh milenial tersebut, dipilih oleh Jokowi dengan berbagai pertimbangan. SP/Joanito De Saojoao.

Aminuddin juga sempat menjabat sebagai sekretaris jenderal solidaritas ulama muda Jokowi (Samawi). Amin menyelesaikan S1 di Universitas Negeri Jakarta. Laki-laki kelahiran Karawang, Jawa Barat ini kemudian melanjutkan S2 di Universitas Trisakti.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.